Senin, 30 Maret 2009

MAULD NABI SAW

Kelahiran dan Pendidikan
MENURUT TRADISI ISLAM, Ka'bah dibangun oleh Nabi Ibrahim As dan anaknya, Ismail,atas nama tauhid, penyembahan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Pencipta langit dan bumi, Tuhan manusia, dan Tuhan seluruh nabi dan rasul. Selama berabad-abad, Mekah telah menjadi tempat berhaji, tapi lebih sering lagi menjadi pasar dan pusat perdagangan yang melahirkan perpaduan unuk antara agama dan budaya. Setelah beberapa lama, penyembahan satu Tuhan melahirkan kultus kesukuan atau berhala lokal, termasuk beragam bentuk syirik.
Ketika wahyu turun, lebih dari 360 berhala, gambar atau patungdisimpan dan disembah di seputar Ka'bah. Hanya segelintir orang beriman tetap teguh menyembah satu Tuhan dan takmau bergabung dengan ritus penyembahan berhala yang kian meluas. Mereka disebut hunafa (suci) yang dinisbahkan pada tradisi tauhid Ibrahim As. Alqur'an menyifati Ibrahim As dan pola ibadahnya dengan istilah hanif (murni, ikhlas) : Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang dengan ikhlas menyerahkan dirinya kepada Tuhan, sedang dia sendiri mengerjakan kebaikan, dan mengikuti agama Ibrahim yang hanif. Dan Tuhan mengambil Ibrahim menjadi kekasih-Nya.( Q.An Nissa':125).
Diantara kaum hunafa yang terkenal pada masa Niabi Muhammad Saw adalah Waraqah ibn Nawfal, seorang penganut Nasrani. Bersama kaum beriman lainnya Yahudi dan Kristen tang tinggal di wilayah tersebut, Waraqah mewakili suara minoritas penganut tauhid yang disingkirkan dan terkadang diperangi oleh penduduk Mekah dan sekitarnya.
Kelahiran
Dalam karyanya yang monumental tentang sirah Nabi Muhammad Saw, Ibnu Hisyam menuturkan bahwa Ibn Ishaq menetapkan dengan jelas dan tepat hari kelahiran Nabi: “Rasul Saw. Dilahirkan hari Senin malam, 12 Rabiul Awal, tahun Gajah.” Riwayat lain menyebutkan bulan yang berbeda, tapi sejauh ini tanggal itu telah disepakati para ulama dan masyarakat muslim.
Nabi Saw terakhir ini terlahir dalam keluarga besar bangsawan Mekah, Bani Hasyim. Mereka dihormati suku-suku Mekah dan sekitarnya. Nasab yang terhormat ini berpadu dengan sejarah pribadinya yang sangat memilukan. Ibunya, Aminah, sedang mengandungnya selama dua bulan ketika ayahnya, Abdullah, meninggal dalam perjalanan ke Yatsrib, sebuah kota di sebelah utara kota Mekah. Terlahir sebagai anak yatim, Muhammad kecil harus menempuh kehidupan di Mekah dalam kondisi yang sangat kontras. Di satu sisi,ia keturunan terhormat, namun di sisi lain ia sangat rentan karena tidak berayah.
Nama Muhammad, yang kala itu kurang populer di Semenanjung Arab, berasal dari mimpi ibunya ketika ia masih mengandung. Konon, mimpi itu juga telah memberitahukannya tentang kelahiran “pemimpin umat ini” (syayyid hadzihi al-ummah);mimpi itu juga memberitahukan bahwa ketika bayinya lahir, ia harus mengucapkan kalimat: Aku meletakkan dirinya dalam lindungan Yang Maha Esa (al-Wahid) dari segala kejahatan para pendengki. Diselimuti kebimbangan antara kesedihan ditinggal mati suaminya dan kegembiraan menyambut kelahiran anaknya, Aminah berulang-ulang menyatakan bahwa da tanda-tanda unik yang menyertai kehamilannya, yang diikuti oleh proses persalinan yang sangat mudah.
Padang Pasir
Aminah segera menyadari bahwa ia adalah ibu dari seorang anak luar biasa. Hal yang sama juga dirasakan kakek Muhammad Saw, Abd al-Muththalib, yang memikul tanggung jawab untuk merawatnya. Di Mekah sudah menjadi kebiasaan untuk mempercayakan bayi pada ibu susuan dari suku Badui nomad yang tinggal di sekitar padang pasir terdekat. Karena Nabi Muhammad Saw anak yatim, semua calon ibu susuan tak mau menyusuinya. Mereka khawatir statusnya itu tidak akan menguntungkan. Halimah bersama suaminya, yang datang paling akhir karena unta tunggangannya kelelahan, memutuskan untuk menerima anak ini meskipun ia seorang yatim, karena hal itu lebih baik daripada dicemooh oleh anggota suku mereka ketika kembali ke rumah dengan tangan hampa. Akhirnya mereka pulang membawa Muhammad yang masih bayi. Halimah, sepertihalnya Aminah, juga menceritakan banyak tanda yang membuat dia dan suaminya berpikir bahwa bayi ini membawa berkah.
Selama empat tahun, anak yatim itu diasuh oleh Halimah dan tinggal bersama Bani Sa'd, suku Badui nomad di alam yang tandus dan keras, dan sejauh mata memandang, terlihat hamparang pemandangan yang menyadarkan hati tentang kerapuhan manusia, dan menggugah diri untuk merenung dan menyendiri. Meskipun belum dapat memahaminya, Muhammad segera mengalamai cobaan pertama dari Yang Maha Esa, yang telah memilihnya sebagai rasul dan menjadi Pendidiknya, Rabb baginya.
Belakangan, Alqur'an menceritakan kondisinya saat menjadi seorang yatim berikut pelajaran-pelajaran spiritual yang terkait dengan pengalaman hidup di padang pasir.
Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindunimu? Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan. Oleh karena itu, janganlah kamu berlaku sewenang-wenang terhadap anak yatim. Dan janganlah kamu menghardik orang yang meminta-minta. Dan terhadap nikmat dari Tuhanmu hendaknya engkau menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur).Q-Adh Dhuha, 6-11) .
Rangkaian ayat di atas mengandung beberapa pelajaran : menjadi seorang yatim yang juga miskin sebenarnya merupakan sebuah inisiasi untuk menjadi seorang rasul Tuhan di masa depan, setidaknya, karena dua alasan. Pelajaran pertama tentu saja adalah kerentanan dan kerendahan hati yang secara alamiah pasti ia miliki sejak masa kanak-kanak. Kondisi itu semakin menguat ketika ibunya, Aminah, meninggal saat Nabi Muhammad Saw berusia enam tahun. Keadaan semacam ini tak hanya membuatnya benar-benar bergantung pada Tuhan, tapi juga membuatnya dekat dengan orangfakir. Alqur'an mengingatkan Muhammad bahwa ia tidak pernah boleh melupakan hal tersebut sepanjang hidupnya, terutama selama nasa kenabianny. Sebelumnya, ia seorang anak yatim dan miskin, dan untuk itulah ia diinginkan dan diperintahkan agar tidak pernah meninggalkan orang-orang yang terpinggirkan dan membutuhkan bantuan.
Dengan merenungkan keteladanan dari kisah pengalaman Nabi, ajaran spiritual kedua yang memancar dari rangkaian ayat di atas sangat valid untuk semua manusia: jangan pernah melupakan masa lalu, masa penuh ujian, lingkungan dan asal-usul kita, dan berusaha mengubah pengalaman kita menjadi sebuah pelajaran yang positif untuk diri sendiri dan orang lain. Pengalaman masa lalu Nabi Muhammad Saw, sebagaimana diingatkan oleh Yang Maha Esa, merupakan sekolah yang darinya ia harus memetik pengetahuan yang berguna, praktis, dan konkrit untuk membantu orang-orang yang mengalami kehidupan dan kesusahan seperti yang pernah ia alami, karena dari pengalamannya ia tahu
lebih baik daripada orang lain apa yang mereka rasakan dan alami.
Pendidi dan Alam
Kehidupan padang pasir dapat membentuk diri seseorang dan pandangannya tentang penciptaan dan unsur-unsur alam semesta. Ketika tinggal di padang pasir, Nabi Saw belajar dari kekayaan tradisi lisan masyarakat Badui dan kemahiran mereka bertuturkata untuk mengembangkan penguasaannya terhadap bahasa lisan. Belakangan, Nabi terakhir ini harus mengandalkan kekuatan kefasihan, keindahan tutur kata , dan lebih dari segalanya, kemampuannya menyampaikan ajaran-ajaran universal dan mendalam melalui ungkapan singkat dan bernas (jawami' al-kalam). Padang pasir kerap menjadi wilayah yang akrab dengan kenabian karena secara alamiah ia menawarkan cakrawala tanpa batas untuk diamati mata manusia. Bvagi masyarakat nomad yang selalu berpindah tempat, ruang tanpa batas itu diasisiasikan dengan kebebasan yang, lagi-lagi, berpadu dengan penglaman kefanaan, kerapuhan, dan kehinaan. Orang nomad belajar untuk selalu berpindah, menjadi terasing, dan memahami siklus waktu di pusat ketidakterbatasan ruang. Kondisi semacam itu merupakan pengalaman hidup kaum beriman, seperti yang kemudian Nabi Saw lukiskan kepada Abdullah ibn Umar dalam ungkapan yang menyiratkan dimensi kehidupan padang pasir: “ Hiduplah dimuka bumi seperti seorang asing atau pengelana.” (HR al-Bukhari).
Pada tahun-tahun pertama kehidupannya, Nabi Saw membangun hubungan khusus dengan alam yang terus terjalin sepanjang karier kenabiannya. Alam raya dipenuhi tanda-tanda yang mengingatkan kehadiran Sang Pencipta. Dan lebih dari yang lainnya, padang pasir membuka mata manusia untuk mengamati, merenung,dan menyerap makna. Oleh karena itu, banyak ayat Alqur'an yang menyebutkan perihal penciptaan dan berbagai pelajaran darinya. Padang pasir yang tampak tidak memiliki kehidupan berkali-kali memperlihatkan dan membuktikan kepada hati yang terbuka adana sebuah mukjizat kehidupan setelah mati: Dan sebagian dari tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah bahwa kamu melihat bumi itu kering tandus, maka apabila Kami turunkan air di atasnya, niscaya ia bergerak dan subur. Sesungguhnya Tuhan Yang Menghidupkannya tentu dapat menghidupkan yang mati. Sesungguhnya Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.” (Q-Fush-Shilat.39).
Keterkaitan dengan alam sangat mewarnai kehidupan Nabi Muhammad Saw ejak dini sehingga kita dengan mudah dapat menyimpulkan bahwa kedekatang dengan alam, dengan cara mengamati, memahami, dan menghargainya, merupakan keharusan demi membentuk iman yang mendalam.
Bertahun-tahun kemudian, ketika Nabi tinggal di Madinah dan sedang menghadapi konflik dan peperangan, wahyu yang turun di kegelapan malam memalingkan pandangannya ke arah cakrawala makna yang berbeda : Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal. (Q-Ali-Imron.190).
Nabi menangis sepanjang malam setelah ayat ini diwahyukan kepadanya. Saat fajar menyingsing, ketika hendak mengumandangkan azan, Bilal menanyakan apa yang membuatnya menangis. Nabi Saw menjelaskan makna kesedihannya seraya menambahkan, “ Sungguh celaka orang yang mendengar ayat ini tapi tidak mau merenungkannya!”
Ayat berikut ini juga mengajarkan hal yang sama, dengan merujuk pada beragam tanda : Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langi berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pergerakan angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, sesungguhnya terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi kaum yang berpikir.(Q-Al Baqarah 164).NANTIKAN KELANJUTANNYA.......................

Tidak ada komentar:

Posting Komentar